Umroh itu Mengasyikan

Sekitar 6 tahun yang lalu. Ketika aku masih di Pontianak. Dan saat itu baru saja kelulusan di SD Muhammadiyah 2-ku. Sebelumnya tidak ada rencana apa-apa untuk liburan panjangku ini. Suatu hari mami dan papi sedang mengobrol dikamarnya didepan televisi, aku dan anya juga sedang asyik nonton disitu. Tiba-tiba papi menyebut-nyebutkan niatnya ingin pergi umroh. Memang dan Alhamdulillah kedua orangtua-ku sudah pergi haji. Tapi entah kenapa papi terlihat ingin sekali kesana lagi. Aku pun ikut nimbrung "Apa pi mau umroh?" Mami hanya menjawab, "Iyalah Insyaallah juga nak belum pasti. Nabung dulu makanya" Aku hanya diam, bingung mau jawab apa ahahah. Tapi papi kelihatannya memang ingin sekali kesana lagi. Mereka masih membahas itu dan akupun mau tidak mau mendengar perbincangan mereka. Kemudian aku berkata "Mi, dek Ara ikut ya kalau jadi umrohnya" kataku tiba-tiba dengan polosnya. "Insyaallah" kata mami menjawab.

Dan ternyata keputusan papi untuk pergi umroh itu ternyata memang jadi. Aku pun langsung berteriak ingin ikut. "Mi ikut mi ikut" begitu kataku setiap hari. Awalnya mami dan papi mengatakan "Dek Ara kan masih kecil. Lagian kalau dek ara ikut nanti masa anya tinggal, dia kan lebih tua dari dek Ara" Tapi Anya menjawab "Gpp lah mi, ajak aja dia, Anya nanti aja". Aku merengek-rengek tetap ingin ikut.

Lalu beberapa hari setelah itu mami menyodorkan buku tebal berwarna hitam bertuliskan UMROH. "Nah kalau dek ara mau ikut baca dulu ini, hapalin bacan-bacaannya ya." Begitu kata mami. Aku pun berlonjak kegirangan. Kenapa? Itu artinya aku mendapatkan sinyal hijau untuk ikut umroh. Perasaanku, ya hanya perasaan seorang anak berusia 11 tahun.

*to be continued*